Langsung ke konten utama

Mioma Uteri

A. Pengertian Mioma Uteri
• Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Wiknjosastro, 2005).
• Leiomyoma atau mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas, disebut juga fobroid, mioma, fibroma, dan fibromioma (Pierce, 2005).
• Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominan ( Manuaba, 2007).
• Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroit (Mansjoer, 2002).
• Mioma uteri adalah suatu tumor jinak uterus yang berbatas tegas, memiliki kapsul, terbentuk dari otot polos dan elemen jaringan penyambung fibrosa (Taber, 1994).
• Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang dilipat oleh pseudo kapsul, yang berasal dari sel otot polos yang imatur. Dengan nama lain leiomioma, fibroid dan fibromioma (Thomas, 1992).
• Menurut Saifuddin (1999), mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. Pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak berumur 35-45tahun (25%). Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinja, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Mioma uteri lebih sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur.

B. Etiologi
Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
2. Teori Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Selain teori tersebut, menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada fase proliferasi dari siklus menstruasi (Djuwantono, 2004).
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh yang mampu meningkatkan pprevalensi mioma uteri (Parker, 2007).
5. Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
6. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali.
8. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).

C. Manifestasi Klinis
Faktor-faktor yang menimbulkan gejala klinis ada 3, yaitu :
1. Besarnya mioma uteri,
2. Lokalisasi mioma uteri,
3. Perubahan pada mioma uteri.
Gejala-gejala yang timbul tergantung dari lokasi mioma uteri (cervikal, intramural, submucous), digolongkan sebagai berikut :
1. Perdarahan abnormal
Perdarahan abnormal yaitu menoragia, menometroragia dan metroragia. Perdarahan sering bersifat hipermenore dan mekanisme perdarahan tidak diketahui benar. Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu telah meluasnya permukaan endometrium dan gangguan dalam kontraktibilitas miometrium (Manuaba, 1998).
2. Rasa nyeri pada pinggang dan perut bagian bawah, dapat terjadi jika :
a. Mioma menyempitkan kanalis servikalis
b. Mioma submukosum sedang dikeluarkan dari rongga rahim
c. Adanya penyakit adneks, seperti adneksitis, salpingitis, ooforitis
d. Terjadi degenerasi merah
3. Tanda-tanda penekanan/pendesakan
Terdapat tanda-tanda penekanan tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri. Tekanan bisa terjadi pada traktus urinarius, pada usus, dan pada pembuluh-pembuluh darah. Akibat tekanan terhadap kandung kencing ialah distorsi dengan gangguan miksi dan terhadap uretes bisa menyebabkan hidro uretre.
4. Infertilitas
Infertilitas bisa terajadi jika mioma intramural menutup atau menekan pors interstisialis tubae.
5. Abortus
Abortus menyebabkan terjadinya gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim melalui plasenta.
6. Gejala sekunder
Gejala sekunder yang muncul ialah anemia karena perdarahan, uremia, desakan ureter sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal.

D. Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak disbanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum (Manuaba, 2007).

E. Komplikasi
Manuaba (2007) berpendapat bahwa mioma uteri dapat berdampak pada kehamilan dan persalinan, yaitu:
1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri submukosum.
2. Kemungkinan abortus bertambah.
3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserus.
4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks.
5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan intramural.
Menurut manuaba (2007), kehamilan dan persalinan juga dapat berdampak pada mioma uteri, yaitu:
1. Tumor bertumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin kaena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.
2. Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis, terutama ditengah-tengah tumor. Tumor tampak merah (degenerasi merah) atau tampak seperti daging (degenerasio karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritonium dan gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama (sterile). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
3. Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi yang nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik perut mendadak (acute abdomen).

F. Penatalaksanaan
• Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas :
a. Penanganan konservatif, yaitu dengan cara :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan,
2) Monitor keadaan Hb,
3) Pemberian zat besi,
4) Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan menurunkan regulasi gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya, fungsi ovarium menghilang dan diciptakan keadaan menopause yang reversibel. Sebanyak 70% mioma mengalami reduksi dari ukuran uterus telah dilaporkan terjadi dengan cara ini, menyatakan kemungkinan manfaatnya pada pasien perimenopausal dengan menahan atau mengembalikan pertumbuhan mioma sampai menopause yang sesungguhnya mengambil alih. Tidak terdapat resiko penggunaan agonis GnRH jangka panjang dan kemungkinan rekurensi mioma setelah terapi dihentikan tetapi, hal ini akan segera didapatkan dari pemeriksaan klinis yang dilakukan.
b. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah:
1) Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia,
2) Nyeri pelvis yang hebat,
3) Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa),
4) Gangguan buang air kecil (retensi urin),
5) Pertumbuhan mioma setelah menopause,
6) Infertilitas,
7) Meningkatnya pertumbuhan mioma.
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus. Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum. Suatu studi mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih ingin bereproduksi tetapi belum ada analisa pasti tentang teori ini tetapi penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan.
2. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri. Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) dalam Chelmow (2005) untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
3) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering.
• Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila janin imatur. Namun, pada torsi akut atau perdarahan intra abdomen memerlukan interfensi pembedahan. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik (Taber, 1994).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus mioma uteri adalah :
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit turun/meningkat, Eritrosit turun.
2. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.
7. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yng kecil. Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
8. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
9. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.

DAFTAR PUSTAKA
Chelmow. D., 2005. Gynecologic Myomectom.
http://www.emedicine.com/med/topic3319.html. di akses 8 April 2011.
Djuwantono, T., 2004. “Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau Miomektomi. Farmacia”. Riau: Digillib FK Riau.
Mansjoer, Arif, dkk., 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Manuaba, I. B., 2007. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Muzakir, 2008. “Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Riau”. Riau: FK riau Belibis A-17.
Parker, W. H., 2007. ”Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas”. Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of Medicine. California : American Society for Reproductive Medicine.
Pierce, S. A., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Ran Ok L, Gyung Il P, Jong Chul K, et-al. Clinico Statistical Observation of Uterine. Korean Medical Database. Http://www.Medric.or.kr. Last Update : Jul, 2007. Diakses tanggal : 8 April 2011
Saifuddin, AB. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Taber BZ. 1994. Kapita selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Thomas EJ. 2007. ”The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds. Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids.”England – New Jersey : BMJ.
Wiknjosastro, hanifa, 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiryoharjo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Leaflet Gizi Diit Atlet Sepak Bola

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP PERILAKU KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS KEJAKSAN KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. Perhatian terhadap ibu dalam sebuah keluarga perlu mendapat perhatian khusus karena Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi di antara negara-negara Association South East Asian Nation (ASEAN). Dimana AKI saat melahirkan tahun 2005 tercatat 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup (Azrul Azwar, 2005). Upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood”, dimana salah satunya yaitu akses terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan terus. Pemeriksaan kehamilan yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian ibu. Petugas kesehatan seharusnya dapat mengidentifikas

BAB 3 sterilisasi

Kompetensi : mahasiswa mengetahui sterilisasi dengan autoklaf, filtrasi, tyndalisasi mahasiswa dapat melakukan kerja aseptis Sterilisasi : 1. Pengertian sterilisasi 2. Macam-macam sterilisasi a. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) b. Sterilisasi secara fisik · Pemanasan - Dengan api langsung - Panas kering - Uap air panas - Uap air panas bertekanan · Penyinaran UV c. Sterilisasi secara kimia à dengan larutan disinfektan 3. Prosedur/Teknik aseptis a. Mensterilkan meja kerja b. Memindahkan biakan ( streak ) c. Menuang media d. Pipetting 4. Prinsip cara kerja autoklaf 5. Sterilisasi dengan cara penyaringan 6. Tyndalisasi 7. Sterilisasi dengan udara panas 8. Prinsip kerja Biological Safety Cabinet Pengertian Sterilisasi yaitu proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan. Macam-macam sterilisasi Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan deng