Kanker Serviks
A. PENGERTIAN KANKER SERVIKS
Kanker serviks adalah terjadinya pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali sehingga menimbulkan benjolan atau tumor pada serviks. Berawal dari serviks, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh (Mansjoer dkk, 2008). Kanker serviks dapat disebabkan oleh infeksiHuman Papilloma Virus (HPV). HPV sangat mudah menular dan dapat menginfeksi siapa saja yang sudah aktif secara seksual, baik pria atau wanita. Tujuh puluh persen penularan HPV terjadi melalui hubungan seksual sehingga kanker serviks dapat dikategorikan kedalam penyakit menular seksual. Golongan HPV yang menyebabkan kanker serviks disebut sebagai HPV onkogenik yang berperan dalam 99,7% kanker serviks. HPV tipe 16 dan 18 merupakan golongan high risk penyebab utama pada 70% kasus kanker serviks di dunia (Smeltzer, 2002).
B. ETIOLOGI
1. Kontrasepsi dengan hormonal (Hormonal Contraception (HC)), gaya hidup, kepatuhan penggunaan alat kontrasepsi.
HC dapat menunjang terjadinya risiko kanker serviks, namun tidak sepenuhnya kanker serviks terjadi karena penggunaan HC. Penggunaan HC dalam jangka waktu yang panjang, ketidakpatuhan penggunaan kontrasepsi, gaya hidup (berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, virus herpes tipe 2 dapat ditularkan melalui hubungan kelamin dan konsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet) juga berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks, oleh karena itu disarankan pengguna HC melakukan skrining rutin dengan pap smear. (Mc Farlane et all, 2008)
2. Genetik
Genetik merupakan faktor predisposisi terjadinya kanker. Anggota keluarga yang pernah menderita kanker servik atau jenis kanker yang lain akan lebih berisiko untuk terjadi kanker pada anggota keluarga yang lain. (Bancroft, 2010)
3. Hubungan seksual dengan pria yang belum disirkumsisi
Penis pria yang belum sirkumsisi berisiko terhadap infeksi HPV. Hubungan seksual dengan pria yang telah disirkumsisi dapat menurunkan risiko kanker serviks pasangannya. (Auvert et all, 2009)
4. Senggama di usia kurang dari 17 tahun
Uterus perempuan diusia kurang dari 20 tahun belum sempurna sehingga sperma yang mengenai leher rahim pada usia kurang dari 20 tahun mempunyai pengaruh untuk terjadi kanker servik.
5. Peradangan serviks karena kuman dan personal hygiene yang tidak baik.
Human Papiloma Virus (HPV) ditularkan melalui aktivitas seksual dengan individu yang terinfeksi. Kondom tidak memberikan perlindungan, virus dapat ditularkan melalui kulit sehingga tetap dimungkinkan adanya kontak dengan virus. (Warren. 2010)
C. TANDA DAN GEJALA KANKER SERVIKS
Gejala seseorang terinfeksi HPV bisa diamati meski tidak selalu menjadi petunjuk infeksi HPV. Keputihan atau mengeluarkan sedikit darah setelah melakukan hubungan intim adalah sedikit tanda gejala dari kanker serviks. Cairan kekuningan yang berbau di area genital juga bisa menjadi petunjuk infeksi HPV. Virus ini dapat menular dari seorang penderita kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat melalui kontak langsung karena hubungan seks (Hoffman and Denis, 2002).
Gejala yang signifikan pada kanker serviks adalah perdarahan pascacoitus atau bercak antara menstruasi. Perdarahan tidak selalu muncul diawal sehingga seringkali kanker sudah bermetastasis ketika didiagnosa. Bersamaan dengan tumbuhnya tumor gejala yang muncul adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan syaraf lumbosakralis, frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuria dan perdarahan rectum. (Sylvia, 2005)
D. PATOFISIOLOGI
Faktor penyebab radang pada serviks adalah infeksi HPV, hubungan seksual terlalu dini, jumlah kelahiran yang banyak.Perkembangan kanker serviks dimulai dari adanya lesi prakanker yang disebut servikal intraepitelial neoplasia (Cervical Intraepithelial Neoplasia = CIN). CIN terbagi menjadi 3 tingkatan, CIN 1 menandakan adanya replikasi HPV yang aktif dan jarang menjadi kanker, sebagian besar dapat sembuh spontan. CIN 2 dan 3 merupakan prekursor kanker yang potensial. (Syamsudin, 2001)
CIN dapat berkembang menjadi kanker serviks invasif. Ini dimulai dari stadium mikroinvasif yang biasanya asimtomatis, tidak terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum dan harus didiagnosis secara histologis menggunakan sampel jaringan hasil konisasi. Kanker mikroinvasif kemudian menjadi kanker invasif yang lebih besar dan dapat menyebar ke vagina, dinding pelvis, kandung kemih, rektum, dan metastasis ke organ jauh. (Narayan, 2005)
Stadium kanker servik menurut International Federation of Gynecology and Oncology (FIGO)
E. MANIFESTASI KLINIK
Kebanyakan sering asimptomatik. Saat terdapat rabas atau perdarahan yang tak teratur:
1. Rabas meningkat jumlahnya dan menjadi cair. Rabas ini berwarna gelap dan berbau busuk karena nekrosis dan infeksi dari massa tumor.
2. Perdarahan terjadi pada interval yang tak teratur antara periode atau setelah menopause; cukup besar dibandingkan hanya bercak yang terdapat pada pakaian dalam, dan biasanya terlihat setelah trauma ringan (hubungan seksual, douching, atau defekasi).
3. Dengan berjalannya penyakit, perdarahan mungkin persisten dan meningkat.
4. Sejalan dengan berkembangnya kanker, jaringan disebelah luar serviks terserang, termasuk kelenjar limfe anterior ke sakrum. Saraf yang terkena mengakibatkan nyeri yang sangat pada punggung dan tungkai.
5. Tahap akhir: kurus ekstrem dan anemia, sering dengan demam akibat infeksi sekunder dan abses pada massa yang mengalami ulserasi, dan pembentukan fistula. (Baughman&Hackley, 2000)
F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi yang terjadi karena radiasi
Waktu fase akut terapi radiasi pelvik, jaringan-jaringan sekitarnya juga terlibat seperti intestines, kandung kemih, perineum dan kulit. Efek samping gastrointestinal secara akut termasuk diare, kejang abdominal, rasa tidak enak pada rektal dan perdarahan pada GI. Diare biasanya dikontrol oleh loperamide atau atropin sulfate. Sistouretritis bisa terjadi dan menyebabkan disuria, nokturia dan frekuensi. Antispasmodik bisa mengurangi gejala ini. Pemeriksaan urin harus dilakukan untuk mencegah infeksi saluran kemih. Bila infeksi saluran kemih didiagnosa, terapi harus dilakukan segera. Kebersihan kulit harus dijaga dan kulit harus diberi salep dengan pelembap bila terjadi eritema dan desquamasi. Squele jangka panjang (1 – 4 tahun setelah terapi) seperti : stenosis pada rektal dan vaginal, obstruksi usus kecil, malabsorpsi dan sistitis kronis.
2. Komplikasi akibat tindakan bedah
Komplikasi yang paling sering akibat bedah histerektomi secara radikal adalah disfungsi urin akibat denervasi partial otot detrusor. Komplikasi yang lain seperti vagina dipendekkan, fistula ureterovaginal, pendarahan, infeksi, obstruksi usus, striktur dan fibrosis intestinal atau kolon rektosigmoid, serta fistula kandung kemih dan rektovaginal. (Galle, 2000)
G. PENATALAKSANAAN
1. Radiasi
Radiasi merupakan perawatan standart pada penderita kanker servik untuk penyakit kanker yang sudah lanjut (stadium 1B keatas ) dan untuk wanita yang tidak cocok dengan pembedahan. Secara umum radioterapi akan memberikan efek secara fisik, psikologis dan sosial hidup penderita sehingga hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien yang mendapatkan perawatan dengan radiasi. Efek samping utama yang terjadi adalah diare, kelemahan, mual, dan abdominal kram. (Abayomi et all, 2005)
2. Kemoterapi
Tujuan pengobatan menggunakan kemoterapi tergantung jenis kanker dan fase saat diagnosis. Kemoterapi disebut sebagai pengobatan adjuvant ketika kemoterapi digunakan untuk mencegah kanker kambuh. Kemoterapi sebagai pengobatan paliatif ketika kanker sudah menyebar luas dan dalam fase akhir, sehingga dapat memberikan kualitas hidup yang baik. (Galle, 2000)
Kemoterapi bekerja saat sel aktif membelah, namun kerugian dari kemoterapi adalah tidak dapat membedakan sel kanker dan sel sehat yang aktif membelah seperti folikel rambut, sel disaluran pencernaan dan sel batang sumsum tulang. Pengaruh yang terjadi dari kerja kemoterapi pada sel yang sehat dan aktif membelah menyebabkan efek samping yang umum terlihat adalah kerontokan rambut, kerusakan mukosa gastrointestinal dan mielosupresi. Sel normal dapat pulih kembali dari trauma yang disebabkan oleh kemoterapi, jadi efek samping ini biasanya terjadi dalam waktu singkat. (Galle, 2000)
3. Pembedahan
Tahap awal dari kanker, biasanya Total Abdominal Hysterectomy (TAH) sering kali digunakan untuk mengendalikan perluasan, namun jika kanker sudah metastasis maka operasi, radiasi akan dikombinasikan. Kebanyakan ahli bedah dalam memberikan histerektomi dilakukan pada tumor atau kanker yang kecil seringkali <4cm. (Leaver,
2010)
DAFTAR PUSTAKA
Abayomi et all, 2005. A study to investigate women’s experiences of radiation enteritis following radiotherapy for cervical cancer. Journal of Hum Nutr Dietet, 18, pp. 353–363
Auvert B et all. 2009. Effect of male circumcision on the prevalence of high-risk human papillomavirus in young men: results of a randomized controlled trial conducted in Orange Farm, South Africa. Journal of infection disease. 1;199(1):14-9.
Bancroft E. K. 2010. Genetic testing for cancer predisposition and implications for nursing practice: narrative review. Jornal Of Advance Nursing 66:4, 710–737.
Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC: Jakarta
Hoffman, M.D. dan Denis Cannavagh. 2002. Cervical Cancer: screening and Prevention Of Invasive Disease. Journal of Gynecologi Oncologi. Vol.2 No.6
Leaver. D. 2010. HPV and Servical Cancer. Continuing Edication Vol. 19, No. 1
Mansjoer, Arif dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Farlane et all. 2008. Cervical dysplasia and cancer and the use of hormonal contraceptives in Jamaican women. Journal of women health 8:1
Smeltzer. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Syamsudin, S. 2001. Kanker Serviks. FK UI: Jakarta
Warren K. 2010. HPV knowledge among female college students and the short term effectiveness of HPV education. Journal of Academic Physician Assistants, January 1, 2010, Vol. 7, Issue 2.
Komentar
Posting Komentar