Langsung ke konten utama

Makalah Gizi Lebih ( Tugas Mata Kuliah Gizi Diit)



BAB I
PENDAHULUAN


Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000).
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).
Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu mengakibatkan perubahan gaya hidup dan pola makan. Perubahan pola makan ini dipercepat dengan maraknya arus budaya makanan asing yang disebabkan olehkemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat semakin banyaknya penduduk dengan golongan tertentu mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas (Almatsier,2009).
Prevalensi overweight dan obesitas terus meningkat dengan cepat, khususnya diantara anak-anak dan remaja pada sebagian negara di dunia. Overweight dan obesitas khususnya jika disertai dengan lingkaran perut yang besar, turut memberikan kontribusi yang signifikan pada permasalahan kesehatan, penurunan kualitas hidup dan peningkatan biaya kesehatan (Gibney dkk,2008).
Hasil pemantauan oleh Direktorat BGM Depkes pada tahun1996/1997 menunjukkan prevalensi obesitas pada laki-laki adalah sebesar 2,5% dan pada perempuan 5,9% dengan rata-rata 4,7%. Dampak masalah gizi lebih pada orang dewasa tampak dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit hati (Almatsier,2009).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa,2007).
Menurut Suhardjo (1983), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan. Sebainya jika kekurangan gizi atau kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk jangka waktu yang lama disebut gizi salah. Manifestasi gizi salah dapat berupa gizi kurang dan gizi lebih (Supariasa,2007).
Status gizi optimal adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Keadaan tubuh dikatakan pada tingkat gizi optimal, jika jaringan tubuh penuh oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi optimal. Kondisi ini memungkinkan tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang tinggi. Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan gizi yang mencakup kelebihan dan kekurangan gizi (Supariasa,2007).

B. Pengertian Gizi Lebih
Gizi lebih terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Asupan energi yang berlebihan secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan, berat badan lebih (overweight) dan obesitas. Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positif ini. selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energi yang positif (Gibney et al,2008).
Faktor penyebab:
1. Efek toksis yang membahayakan
2. Kelebihan energy
3. Kurang gerak
4. Kemajuan ekonomi
5. Kurang pengetahuan akan gizi seimbang
6. Aktivitas fisik golongan masyarakat rendah
7. Tekanan hidup/ stress
Akibat Kelebihan Gizi :
1. Obesitas/ kegemukan. Energy disimpan dalam bentuk lemak.
2. Penyakit degenerative: hipertensi, diabetes, jantung koroner hepatitis, empedu.
3. Usia harapan hidup semakin menurun.

C. Obesitas dan Overweight
Obesitas dan overweight adalah dua kata yang mempunyai arti yang berbeda dalam segi gizi klinis, meskipun keduanya selalu disamaratakan dan disejajarkan penggunaanya.
1. Obesitas
Obesitas adalah kelebihan berat badan yang berasal dari lemak. Bila berat badan lebih dari 120% berat badan standar. Seorang bayi atau anak yang kegemukan memiliki kemungkinan lebih besar untuk tetap kegemukan pada masa pubertas dan dewasa. Penimbunan lemak yang berlebihan pada kegemukan disebabkan oleh konsumsi energi yang melebihi kebutuhan termasuk kebutuhan energi untuk pertumbuhan. Penyebab gangguan keseimbangan energi antara lain adalah faktor keturunan, konsumsi energi, dan pengeluaran energi.
a. Faktor Keturunan
Angka-angka yang menunjukkan bahwa faktor keturunan berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan energi adalah sebagai berikut:
1) Bila bapak dan ibu tidak gemuk, kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 9%.
2) Bila bapak atau ibu gemuk, kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 41-50%.
3) Bila bapak dan ibu gemuk, kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 66-80% (Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumi,2003)
Kadang-kadang sukar untuk membedakan pengaruh faktor keturunan dengan faktor lingkungan, karena anak-anak yang berasal dari orang tua gemuk ternyata cenderung meniru kebiasaan makan dan gerak yang salah dari orang tuanya (Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo, 2003)
b. Konsumsi Energi
Konsumsi energi yang berlebihan, terutama yang berasal dari karbohidrat, bisa menyebabkan kegemukan. Kebutuhan energi yang bersifat individual perlu mendapat perhatian. Frekuensi dan porsi makanan ternyata berpengaruh terhadap keseimbangan energi. Makan sering secara teratur dalam porsi kecil tidak mudah menyebabkan kegemukan dibandingkan dengan makan dalam jumlah banyak secara tidak teratur atau melewati waktu makan.
c. Pengeluaran Energi
Pengeluaran energi yang menurun berpengaruh terhadap terjadinya kegemukan pada anak-anak. Obesitas terjadi pada anak-anak yang menderita penyakit yang menyebabkan aktivitas menurun.
Cara yang digunakan untuk mengukur obesitas adalah Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Perut. Obesitas yang diukur dengan Indeks Massa Tubuh dapat dibagi menjadi obesitas perifer dan obesitas sentral atau abdominal berdasarkan lingkar perut. Bagi orang Asia, lingkar perut pada laki-laki harus kurang dari 90cm sementara pada wanita kurang dari 80cm. Jadi, IMT yang melebihi 23 dengan lingkar perut lebih dari 90cm pada laki-laki dan 80 cm pada wanita dapat digolongkan kedalam obesitas abdominal.
Etiologi obesitas sesungguhnya dapat dibagi dua, yaitu :
a. Penyebab internal yang bisa berupa permasalahan metabolisme (hormonal) atau pencernaan (enzimatik).
b. Permasalahan eksternal yang berupa ketidakseimbangan antara diet dan exercise sebagai akibat dari perubahan gaya hidup serta modernisasi, termasuk pelbagai problem psikologis dan aktualisasi diri (Hartanto,2006).
2. Overweight
Overweight lebih mengacu pada kelebihan berat badan dibandingkan dengan standar normal. Bila berat badan 110-120% berat badan standar. Berat badan overweight bisa berasal dari otot, tulang, organ- organ vital, dan sebagainya. Contoh dari kasus Overweight adalah para binaragawan, mereka mungkin berat badanya lebih daripada orang normal yang sama umurnya dengan mereka namun meski mereka lebih berat, tidak bisa dikatakan sebagai obese karena kelebihan berat badanya berasal dari otot.

D. Prinsip Diit Gizi Lebih
Prinsip diit untuk penderita gizi lebih adalah mengusahakan konsumdi energi yang lebih rendah daripada keluaran (output). Pendekatan harus dilakukan melalui pengurangan konsumsi makanan dan peningkatan aktivitas fisik. Aktivitas fisik secara teratur tiap hari sebagai bagian dari kehidupan normal lebih berhasil guna daripada aktivitas berat yang dilakukan sebentar secara teratur.
Untuk memenuhi tujuan pemberian diit pada penderita gizi lebih, perlu diperhatikan syarat-syarat berikut:
1. Rendah energi dan seimbang. Kandungan energi makanan disesuaikan dengan kebutuhan individual yang bergantung pada umur, tingkat kegemukan, dan aktivitas. Pengurangan energi terutama dari pengurangan konsumsi hidrat arang.
2. Protein normal atau sedikit di atas normal.
3. Cukup mineral dan vitamin.
4. Kadar serat tinggi.
5. Pemberian makanan paling kurang dibagi menjadi 3 X sehari.
6. Dalam batas konsumsi energi yang diperbolehkan, diberikan pilihan makanan sebanyak mungkin. Diit ketat tidak dianjurkan.
7. Pelaksanaan diit disertai dengan penyuluhan gizi kepada anak dan orang tua.

E. Ketentuan Diit untuk Berbagai Golongan Umur
1. Bayi ≤ 1 Tahun
Sebagian besar bayi gemuk akan kehilangan kelebihan berat badannya secara spontan. Oleh karena itu, tidak diperlukan diit ketat. Berikan penyuluhan tentang prinsip makanan yang sesuai untuk normal. Tujuannya bukan untuk menurunkan berat badan, tetapi mencegah penambahan berat badan berlebihan.
2. Anak Prasekolah (1-6 Tahun)
Pada anak berumur 1-2 tahun, tujuan diit adalah mencegah penambahan berat badan. Karena anak pada usia ini cepat bertambah tinggi, maka dengan mengusahakan berat badannya tetap melalui pembatasan diit secara moderat, dalam waktu 6 sampai dengan 12 bulan ia akan keluar dari kegemukannya. Diit yang mengandung 600-800 kkal pada umumnya dianggap cukup untuk mengatasi kegemukan pada golongan anak prasekolah ini.
3. Anak Berusia ≥ 7 Tahun
Kandunga energi makanan diturunkan secara berangsur sesuai dengan kebiasaan makan, hingga 500-1000 kkal di bawah kebutuhan normal. Pada kegemukan biasa, kandungan energi makanan yang diberikan sama dengan kebutuhan untuk metabolisme basal menurut umur, jenis kelamin, dan berat badan sesungguhnya. Pada obesitas, dasar perhitungan energi adalah berat adan ideal. Di bawah pengawasan yang baik, diit yang mengandung 800-1000 kkal sehari akan mengakibatkan penurunan berat badan yang diharapkan .


F. Bahan Makanan yang Baik Diberikan
Semua bahan makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah ditentukan. Untuk memberikan rasa kenyang, sayuran dan buah dapat diberikan dalam jumlah lebih banyak.

G. Bahan Makanan yang Terutama harus Dibatasi
Makanan yang mengandung energi tinggi, yaitu makanan yang manis seperti gula, sirup, jam, selai, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental manis, minuman botol ringan, es krim, kue-kue manis, cake, tarcis dan sebagainya ; serta makanan yang berlemak seperti goreng-gorengan, makanan yang dimasak dengan kelapa atau santan, daging berlemak, dan kacang tanah.

H. Penanggulangan Masalah Gizi Lebih
Masalah gizi lebih disebabkan oleh kebanyakan masukan energi dibandingkan dengan keluaran energi. Penanggulangannya antara lain:
1. Menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta menghindari tekanan hidup/stress.
2. Membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alkohol.
3. Penyuluhan ke masyarakat luas.
4. Peningkatan teknologi pengolahan makanan tradisional Indonesia siap santap, sehingga makanan tradisional yang lebih sehat ini disajikan dengan cara-cara dan kemasan yang dapat menyaingi cara penyajian dan kemasan makanan Barat (Almatsier,2009).



BAB III
STUDI KASUS

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Sentral pada Wanita Dewasa (30-50 tahun) Di Kecamatan Lubuk Sikaping Tahun 2008.
Masalah gizi di Indonesia saat ini dikenal dengan masalah gizi ganda (“double burden”). Maksudnya disuatu sisi masalh gizi kurang masih banyak disisi lain masalah gizi terus meningkat. Hal ini terjadi pada setiap kelompok umur mulai di perkotaan sampai pedesaan. Masalah gizi kurang terutama banyak terjadi pada usia di bawah lima tahun. Sedangkan masalah gizi lebih (overweight dan obesitas) meningkat pada usia 30 tahun ke atas dengan prevalensi >5%. Masalah obesitas pada usia >30 tahun ini meningkat dari tahun 1999 ke tahun 2001. Di wilayah pedesaan (Jabar, Banten, Jateng, Jatim, Lampung, Sumbar, Lombok, Sulsel) maslah yang sama sudah mulai tampak, hanya prevalensi lebih rendah dari wilayah kumuh perkotaan. Konsekuensi dari gizi lebih atau obesitas adalah meningkatnya risiko kematian akibat dari penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif sekarang menempati urutan pertama penyebab kematian di Indonesia. Himpunan faktor resiko penyakit degeneratif yang berada secara bersama-sama akan meningkatkan resiko kematian. Himpunan faktor resiko ini terdiri dari obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, dislipidemia yang dikenal dengan sindrom metabolik. Jumlah penderita sindroma metabolik sejalan dengan peningkatan penderita obesitas.
Obesitas adalah keadaan ditemukannya kelebihan lemak dalam tubuh. Penimbunan lemak dapat terjadi di daerah perut (obesitas sentral) dan diseluruh tubuh (obesitas general). Obesitas sentral diketahui dengan pengukuran lingkar pinggang. Menurut WHO batasan ligkar pinggang untuk obesitas sentral untuk negara Asia termasuk Indonesia adalah pria e’’90cm dan wanita e’’80cm.
Konsekuensi obesitas adalah meningkatkan resiko kematian akibat penyakit degeneratif. Beberapa penelitian di negara maju menunjukkan bahwa mereka yang mengalami obesitas sentral mempunyai resiko 3X untuk mengalami penyakit jantung dari mereka yang normal.
Pada tiga tahun terakhir (2005-2007) penyakit degeneratif juga merupakan penyebab kematian utama di RSUD Lb. Sikaping Kabupaten Pasaman. Pada tanggal 27 Februaru 2008 DPC Persagi Pasaman melaksanakan seminar pencegahan penyakit degeneratif. Dalam acara tersebut dilaksanakan pengukuran IMT peserta. Dari data tersebut didapatkan 48% wanita (30-50 tahun) mengalami obesitas. Sedangkan pada penelitian pendahuluan sebelumnya peneliti melakukan pengukuran lingkar pinggang terhadap 85 orang PNS wanita di kecamatan Lubuk Sikaping (30-50 tahun) didapatkan 52% diantaranya mengalami obesitas. Prevalensi obesitas berkaitan dengan interaksi faktor lingkungan seperti asupan energi, aktifitas fisik, faktor genetik serta umur.
Penelitian dilakuakan di Kota Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat pada Bulan April sampai dengan Mei 2008. Populasi study adalah wanita dewasa umur 30-50 tahun yang tinggal di Nagari Pauh dan Durian tinggi. Pemilihan 2 Nagari ini dilakukan secara acak dari 6 nagari yang ada di kecamatan Lubuk Sikaping. Dengan menggunakan rumus proporsi didapatkan jumlah sampel sebesar 173 orang. Pengumpulan data dilakukan denga metode wawancara dengan alat bantu kuesioner. Untuk pengukuran konsumsi dilakukan metode Food Recall 2X24 jam sedangkan untuk mengukur aktifitas fisik menggunakan kuesioner Baecke.





BAB IV
PEMBAHASAN

Dari penelitian ini prevalensi obesitas sentral pada responden sebesar 49,7% diamana 55,8% terjadi pada kelompok umur 40-50 tahun. Didapatkan bahwa 51,4% responden dengan asupan energi tinggi dari kebutuhan yang dianjurkan, sedangkan untuk asupan energi rata-rata responden mengkonsumsi karbohidrat melebihi batas yang dianjurkan yaitu 50%-60%. Terdapat 57,8% responden yang mempunyai salah satu atau kedua orang tua dengan obesitas sentral dan sebagian besar responden (68,7%) termasuk kategori kurang aktif. Pada penelitian ini ditemukan hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan kejadian obesitas sentral. Proporsi responden dengan asupan energi tinggi lebih banyak mengalami obesitas sentral (67,4%) dibandingkan dengan proporsi responden dengan asupan energi cukup (11,1%).
Berdasarkan penelitian ini ditemukan sebagian besar (59,9%) responden dengan asupan karbohidrat yang tinggi mengalami obesitas sentral. Hal ini sesuia dengan teori yang menyatakan bahwa bila seseorang kelebihan mengkonsumsi karbohidrat daripada yang dibutuhkan maka terjadi perubahan mekanisme metabolisme.
Berdasarkan penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan obesitas sentral, sebagian besar (59,9%) responden dengan asupan lemak tinggi mengalami obesitas sentral. Sumber lemak yang tinggi dikonsumsi responden adalah sumber lemak nabati. Menurut Jequer (1994) yang dikutip dari Mourbas kelebihan konsumsi lemak akan meningkatkan berat badan. Penelitian ini menemukan hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik responden dengan obesitas sentral. Sebagian besar (59,7%) responden dengan aktivitas fisik rendah mengalami obesitas sentral. Rissanen (1991) dalam Mourbas juga mengatakan bahwa resiko relatif penambahan berat badan sebanyak 5kg atau lebih selama 5 tahun sebesar 1,6 kali pada kelompok wanita kurang aktif.
Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara resiko umur dengan obesitas sentral. Hal ini disebabkan karena perbedaan antara kelompok umur prevalensi obesitas terlihat nyata antara kelompok umur <25 tahun dengan diatas 25 tahun. Hal ini erat juga hubungannya dengan proses kehamilan menyebabkan peningkatan cadangan lemak yang cukup banyak. Sedangkan dalam penelitian ini responden termasuk kelompok umur beresiko dan sudah menikah sehingga sama-sama beresiko secara umur dengan obesitas sentral dan tidak terlihat perbedaanya.
Faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas adalah pola makan, karakteristik individu, hereditas, psikologi, aktivitas fisik dan gaya hidup. Dari hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut yang paling berhubungan dengan kejadian obesitas sentral adalah pola makan yaitu asupan karbohidrat yang berlebihan.
1. Pola Makan
Konsumsi makanan yang berlebihan terutama mengandung karbohidrat dan lemak akan menyebabkan jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh tidak seimbang dengan kebutuhan energi. Kelebihan energi ini di dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak yang lama kelamaan akan mengakibatkan obesitas. Di tambah kebiasaan yang tidak benar sehingga memacu seseorang dapat menjadi gemuk. Kebiasaan ini antara lain sering mengkonsumsi makanan kecil yang penuh kalori atau sering di beri istilah “ngemil”.
2. Karakteristik individu
Karakteristik individu secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya obesitas yaitu umur, jenis kelamin, faktor sosial bidaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan, pekerjaan dan tingkat pendapat.
a. Umur
Presentasi lemak tubuh meningkat dengan meningkatnya umur, biasanya mulai umur 20-30 tahun (Harjadi, 1986). Bila dibiarkan usia 45-60 tahun sering menjadi usia kritis, karena pada usia ini penyakit-penyakit seperti jantung, Diabetes Melitus dan lainnya mulai menggerogoti tubuh terutama pada orang-orang yang obesitas (Wirakusumah, 1994).
b. Faktor sosial Budaya
Kebudayaan suatu keluarga, kelompok masyarakat, negara atau bangsa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap apa dan bagaimana penduduk makan atau dengan kata lain pola kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih pangan. Hal ini terlihat dari adanya beberapa jenis makanan tertentu yang mempunyai nilai lebih dalam masyarakat dan bila seseorang mengkonsumsi makanan tesebut maka akan meningkatkan prestisenya dalam masyarakat. Dimana terkadang makanan tersebut kurang mengandung nilai gizi atau mungkin mengandung nilai gizi yang cenderung berlebihan yaitu protein dan lemak yang tinggi yang akan mempengaruhi terjadinya obesitas (Irawati, 2000).

c. Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya konsumsi makanan yang lebih baik. sering masalah gizi timbul disebabkan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1997).

d. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang tidak langsung dapat menyebebkan obesitas terutama pekerjaan yang tidak memerlukan aktivitas fisik yang berat. Aktivitas fisik diperlukan untuk membakar energi di dalam lemak tubuh. Apabila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik akan memudahkan seseorang menjadi gemuk (Mursito, 2003).
e. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan sangat berpengaruh terhadap konsumsi energi. Seseorang yang mempunyai pendapatan perbulan yang tinggi akan mempunyai daya beli yang tinggi pula sehingga memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih berbagai jenis makanan.
3. Hereditas (Faktor Keturunan)
Faktor ketuunan adalah faktor bwaan yang berasal dari orang tua. Pengaruh faktor tersebut sebenarnya belum terlalu jelas sebagai penyebab obesitas. Meski demikian ada beberapa bukti yang menunjukan bahwa faktor keturunan merupakan faktor penguat terjadinya obesitas. Orang mempunyai bawaan gemuk, secara alami ia akan menjdi gemuk dan orang yang mempunyai bawaan kurus maka secara alami ia akan menjadi kurus. Keadaan ini tidak akan berubah bila tiak ada upaya yang kontinue yaitu mengubah kebiasaan makan yang menyebabkan obesitas dan meningkatkan aktivitas fisik (Wirakusumah, 1994).
4. Psikologis
Gangguan psikologis merupakan salah satu penyebab obesitas pada orang dewasa yang mengalami gangguan psikologis, misalnya orang dewasa yang sedang bersedih hati dan memisahkan diri dari lingkungannya atau mengalami masalah, timbul rasa lapar dan nafsu makan yang berlebihan sebagai kompensasi terhadap problemanya dan hormon akan disekresi sebagai tanggapan dari keadaan psikologis, sehingga terjadi peningkatan metabolisme energi untuk dipecah dan digunakan untuk aktivitas.



BAB V
PENUTUP

Gizi lebih terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Gizi lebih dibagi menjadi dua golongan yaitu overweight dan obesitas. Obesitas adalah kelebihan berat badan yang berasal dari lemak sedangkan overweight lebih mengacu pada kelebihan berat badan dibandingkan dengan standar normal. Prevalensi obesitas berkaitan dengan interaksi faktor lingkungan seperti asupan energi, aktifitas fisik, faktor genetik serta umur.
Faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas adalah pola makan, karakteristik individu, hereditas, psikologi, aktivitas fisik dan gaya hidup. Dari hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut yang paling berhubungan dengan kejadian obesitas sentral adalah pola makan yaitu asupan karbohidrat yang berlebihan.
Penelitian terhadap wanita dewasa umur 30-50 tahun yang tinggal di Nagari Pauh dan Durian tinggi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa yang paling berhubungan dengan kejadian obesitas sentral adalah asupan karbohidrat.


DAFTAR PUSTAKA

Azrul, A.2004. Tubuh Sehat Ideal Dari Segi Kesehatan . Disampaikan pada Seminar Kesehatan Obesitas, Senat Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI,Sabtu, 15 Februari, 2004 di Kampus UI Depok.

Almatsier, S.2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta ; Gramedia.


Gibney,Michael J et al.2008.Gizi Kesehatan Masyarakat.Jakarta;EGC

Hartono,Andry.2006.Terapi Gzi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta;EGC

Mursito,B. 2003. Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Jakarta ; Swadaya.

Trisna,Ida.2009.Faktor-faktor yang Berpengaruh dengan Obesitas Sentral pada Wanita Dewasa (30-50 thaun) di Kecamatan Lubuk Sikaping Tahun 2008.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/32096871.pdf Diakses tanggal 22 Maret 2011

Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia.2003.Penuntun Diit Anak.Jakarta;PT Gramedia Pustaka Utama

Soekirman, 2000. Menghadapi Masalah Gizi Ganda Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua. Agenda Repelita VI dalam Risalah Widya Karya Pangan dan Gizi V. Jakarta ; LIPI

Supariasa.2007.Penilaian Status Gizi.Jakarta;EGC

Wirakusumah, E.1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. Jakarta ; Gramedia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Leaflet Gizi Diit Atlet Sepak Bola

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP PERILAKU KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS KEJAKSAN KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. Perhatian terhadap ibu dalam sebuah keluarga perlu mendapat perhatian khusus karena Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi di antara negara-negara Association South East Asian Nation (ASEAN). Dimana AKI saat melahirkan tahun 2005 tercatat 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup (Azrul Azwar, 2005). Upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood”, dimana salah satunya yaitu akses terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan terus. Pemeriksaan kehamilan yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian ibu. Petugas kesehatan seharusnya dapat mengidentifikas

BAB 3 sterilisasi

Kompetensi : mahasiswa mengetahui sterilisasi dengan autoklaf, filtrasi, tyndalisasi mahasiswa dapat melakukan kerja aseptis Sterilisasi : 1. Pengertian sterilisasi 2. Macam-macam sterilisasi a. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) b. Sterilisasi secara fisik · Pemanasan - Dengan api langsung - Panas kering - Uap air panas - Uap air panas bertekanan · Penyinaran UV c. Sterilisasi secara kimia à dengan larutan disinfektan 3. Prosedur/Teknik aseptis a. Mensterilkan meja kerja b. Memindahkan biakan ( streak ) c. Menuang media d. Pipetting 4. Prinsip cara kerja autoklaf 5. Sterilisasi dengan cara penyaringan 6. Tyndalisasi 7. Sterilisasi dengan udara panas 8. Prinsip kerja Biological Safety Cabinet Pengertian Sterilisasi yaitu proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan. Macam-macam sterilisasi Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan deng