Langsung ke konten utama

Makalah Sistem Urinaria ( Toksikologi Industri )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi (Anonim, 2008). Proses pengrusakan ini baru terjadi apabila pada target organ telah menumpuk satu jumlah yang cukup dari agent toksik ataupun metabolitnya, begitupun hal ini bukan berarti bahwa penumpukan yang tertinggi dari agent toksik itu berada di target organ, tetapi bisa juga ditempat yang lain. Sebagai contoh, insektisida hidrokarbon yang diklorinasi mencapai konsentrasi dalam depot lemak dari tubuh, tetapi disana tidak menghasilkan efek-efek keracunan yang dikenal. Selanjutnya, untuk kebanyakan racun-racun, konsentrasi yang tinggi dalam badan akan menimbulkan kerusakan yang lebih banyak. Konsentrasi racun dalam tubuh merupakan fungsi dari jumlah racun yang dipaparkan, yang berkaitan dengan kecepatan absorpsinya dan jumlah yang diserap, juga berhubungan dengan distribusi, metabolisme maupun ekskresi agent toksis tersebut (Mansur, 2008)
Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. Salah satunya adalah sistem urinaria, khususnya ginjal. Pada keadaan tertentu, akan berefek buruk bagi kesehatan, kemungkinan menyebabkan kematian atau hanya menimbulkan perubahan biologik yang kecil sekali. Pajanan tersebut dapat berupa efek toksik berbagai bahan terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan bagian-bagian sistem urinaria?
2. Apa saja nefrotoksikan dan dimana tempat kerjanya?
3. Apa saja logam berat dan efeknya pada sistem urinaria?
4. Bagaimana prosedur pengujian efek toksik pada sistem urinaria?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan bagian – bagian sistem urinaria.
2. Untuk mengetahui bahan nefrotoksikan dan tempat kerja pada sistem urinaria.
3. Untuk mengetahui jenis logam berat yang berefek pada sistem urinaria dan efeknya.
4. Untuk mengetahui prosedur pengujian untuk menilai efek toksik pada sistem urinaria.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Urinaria Dan Bagian-Bagian Sistem Urinaria
Sistem urinaria merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama senyawaan nitrogen seperti urea dan kreatinin, bahan asing dan produk sisanya. Sistem urinaria terdiri atas: kedua ginjal (ren, kidney), ureter, kandung kemih (vesika urinaria/urinary bladder/ nier) dan uretra. Sampah metabolisma ini dikeluarkan (disekresikan) oleh ginjal dalam bentuk urin. Urin adalah jalur utama ekskresi sebagian besar toksikan. Akibatnya, ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi toksikanpada filtrate membawa toksikan melalui tubulus, dan mengaktifkan toksikan tertentu. Karenanya, ginjal adalah organ sasaran utama dari efek toksik. Urin kemudian akan turun melewati ureter menuju kandung kemih untuk disimpan sementara dan akhirnya secara periodik akan dikeluarkan melalui uretra. Bagian – bagian sistem urinaria antara lain:
1. Ginjal
Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm dan tebal 3,5-5 cm, terletak di ruang belakang selaput perut tubuh (retroperitonium) sebelah atas. Ginjal kanan terletak lebih ke bawah dibandingkan ginjal kiri.
Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis. Pada sisi medial terdapat cekungan, dikenal sebagai hilus, yang merupakan tempat keluar masuk pembuluh darah dan keluarnya ureter. Bagian ureter atas melebar dan mengisi hilus ginjal, dikenal sebagai piala ginjal (pelvis renalis). Pelvis renalis akan terbagi lagi menjadi mangkuk besar dan kecil yang disebut kaliks mayor (2 buah) dan kaliks minor (8-12 buah). Setiap kaliks minor meliputi tonjolan jaringan ginjal berbentuk kerucut yang disebut papila ginjal. Pada potongan vertikal ginjal tampak bahwa tiap papila merupakan puncak daerah piramid yang meluas dari hilus menuju ke kapsula. Pada papila ini bermuara 10-25 buah duktus koligens. Satu piramid dengan bagian korteks yang melingkupinya dianggap sebagai satu lobus ginjal.
Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan simpai jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan ada bagian korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks dan medula ginjal adalah:
a. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu:
1. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir) dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
2. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus kontortus distal.
b. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus yaitu pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.

Fungsi ginjal antara lain:
a. Membuang bahan sisa terutama senyawaan nitrogen seperti urea dan kreatinin yang dihasilkan dari metabolisme makanan oleh tubuh, bahan asing dan produk sisa.
b. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit.
c. Mengatur keseimbangan asam dan basa.
d. Menghasilkan renin yang berperan dalam pengaturan tekanan darah.
e. Menghasilkan eritropoietin yang mempunyai peran dalam proses pembentukan eritrosit di sumsum tulang.
f. Produksi dan ekskresi urin.

2. Ureter
Ureter merupakan saluran tunggal yang menyalurkan urine dari pelvis renalis menuju vesica urinari (kantong air seni). Mukosa pada ureter membentuk lipatan-lipatan memanjang dengan epithel peralihan, lapisan sel lebih tebal dari pelvis renalis.
3. Kandung kemih (vesika urinaria/urinary bladder/ nier)
Kandung kemih atau vesika urinaria merupakan kantong penampung urine dari kedua belah ginjal Urine ditampung kemudian untuk dibuang secara periodik.

4. Uretra
Uretra berupa saluran yang menyalurkan urine dari kantong seni keluar tubuh.

B. Nefrotoksikan Dan Tempat Kerjanya.
Bahan toksik dalam sistem urinaria disebut nefrotoksikan. Kelompok utama nefrotoksikan adalah logam berat, antibiotic, anolgesik dan hidro karbon berhalogen tertentu. Semua bagian nefron secara potensial dapat dirusak oleh efek toksikan. Beratnya beberapa efek beragam dari satu perubahan biokimia atau lebih sampai kematian sel, dan efek ini dapat muncul sebagai perubahan kecil pada fungsi ginjal atau gagal ginjal total. Tempat kerja nefrotoksikan pada bagian-bagian ginjal yaitu :
1. Glomerulus
Antibiotic uromisin dapat meningkatkan permeabilitas glomerulus terhadap protein seperti albumin.
2. Tubulus proksimal
Kadar toksikan pada tubulus proksimal sering lebih tinggi. Dengan demikian tempat ini sering merupakan sasaran efek toksik. Selain itu, banyak antibiotic juga disekresi oleh tubulus proksimal dan menyababkan perubahan kepada beberapa fungsi tubulus. Contoh antibiotiknya adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin dan amfoterisin-B
3. Tubulus distal
Tetrasiklin dan amfoterisin-B mempengaruhi tubulus distal dan mengakibatkan berkurangnya keasaman urin karena salah satu fungsi tubulus ini adalah sekresi H+.



C. Jenis Logam Berat Dan Efeknya Terhadap Sistem Urinaria.
Jenis-jenis bahan toksik adalah timbal (Pb), merkuri (Hg), cadmium (Cd). Efek toksisitas antara lain adalah :
1. Timbal (Pb)
Proses masuknya Pb dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur yaitu melalauui makanan dan minuman, udara, dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Proses metabolisme yang hasilnya akan diangkut melalui darah kemudian akan difiltrasi di ginjal untuk diekskresikan menjadi urin. Darah yang mengandung bahan toksikan berupa Pb akan merusak sel tubulus, sehingga akan merubah fungsi tubulus pada ginjal. Pb ini akan dapat menimbulkan lesi pada tubulus dan lengkung henle. Fungsi tubulus yang terganggu sehingga proses reabsorpsi protein dalam darah yang terjadi dalam tubulus, menyebabkan aminosiduria yaitu adanya asam amino dalam urine.
2. Efek merkuri (Hg)
Merkuri masuk ke dalam tubuh biasanya melalui jalur per-oral dengan lewat sistem pencernaaan. Merkuri bersifat korosif bila kontak. Bila termakan, zat ini akan menyebabkan kejang perut dan diare berdarah dengan ulkus korosif, perdarahan, nekrosis pada saluran cerna. Efek ini diikut dengan kerusakan ginjal, terutama nekrosis dan pengelupasan sel tubulus proksimal, sehingga menyumbat tubulus. Darah yang mengandung glukosa, setelah terjadi reabsorpsi seharusnya glukosa akan kembali pada peredaran darah, tetapi karena terjadi gangguan pada tubulus sehingga menyebabkan glukosuria yang ditandai adanya glukosa dalam urine. Seharusnya air seni tidak mengandung glukosa, karena ginjal akan menyerap glukosa hasil filtrasi kembali ke dalam sirkulasi darah. Glukosuria akan menyebabkan dehidrasi karena air akan terekskresi dalam jumlah banyak ke dalam air seni melalui proses yang disebut diuresis osmosis. Poliuria adalah suatu keadaan di mana volume urine lebih dari normal. Biasanya lebih dari 3 L/hari.
3. Cadmium (Cd)
Ginjal adalah organ utama yang diserang oleh paparan kronis kadmium. Kadmium masuk ke tubuh melalui inhalasi dan per oral. Data dari penelitian pada manusia menunjukkan bahwa Kadmium membutuhkan masa 10 tahun untuk menimbulkan kerusakan ginjal namun tergantung pula pada intensitas paparan. Paparan kadmium akan menyebabkan absorpsi dan sekresi aktif pada tubulus proksimal, kadar toksikan pada tubulus proksimal sering lebih tinggi. Selain itu kadar sitokrom P-450 pada tubulus proksimal lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan. Pada dosis yang lebih tinggi logam berat dapat menyebabkan kematian sel, BUN (Nitrogen Urea Darah) yang meningkat, dan anuria. Nefrotoksisitas dapat ditimbulkan oleh kombinasi toksisitas sel langsung dan iskemia akibat vasokonstriksi. Kadmium menyebabkan kerusakan pada glomerulus termasuk albumin meningkat dalam urine dan peneurunan laju filtrasi glomerulus, sehingga menyebabkan aminosiduria yaitu adanya asam amino dalam urine.
















D. Prosedur Pengujian Efek Toksik Pada Sistem Urinaria
Pemeriksaan fungsional dan morfologik ginjal secara rutin dilakukan sebagai bagian integral dari penelitian toksisitas jangka pendek dan jangka panjang. Pemeriksaan untuk menilai adanya gangguan pada sistem urinaria terdiri dari:

1. Analisis Urin
a. Proteinuria. Karena ukuran molekulnya, hanya sedikit sekali protein dengan bobot molekul rendah dapat melalui filtrasi glomerulus. Protein dengan berat molekul rendah dengan mudah diserap kembali oleh tubulus proksimal. Dengan demikian, adanya protein semacam itu di dalam urin merupakan inddikasi hilangnya fungssi reabsorpsi tubulus, seperti pada keracunan Kadmium. Sebaliknya, ekskresi protein dengan berat molekul tinggi menunjukkan hilangnya integritas glomeruli.
b. Glikosuria. Glukosa dalam filtrat glomerulus seluruhnya diserap kembali oleh tubulus, asalkan jumlah glukosa yang diserap kembali tidak melebihi maksimum transport (Tm). Dengan demikian, glikosuria tanpa hiperglikemia menunjukkan gangguan fungsi tubulus.
c. Volume Urin dan Osmolaritas. Kedua nilai ini biasanya berbanding terbalik dan merupakan indikator fungsi ginjal yang berguna dalam uji pemekatan dan uji pengenceran. Osmolaritas dapat ditaksir dari berat jenis, tetapi pengukuran titik beku urin lebih tepat. Toksikan dapat menyebabkan gagal ginjal keluaran tinggi seperti disebutkan di atas. Sebaliknya, toksikan dapat menyebabkan oliguria atau bahkan anuria akibat kerusakan tubulus, disertai dengan edema interstisial dan endapan atau sisas intraluminal.
d. Kapasitas Pengasaman. Kapasitas pengasaman ini dapat dinilai dari pH urin, asam yang dapat dititrasi, dan NH+ . Kapasitas ini akan berkurang bila ada gangguan fungsi tubulus distal.
e. Enzim. Enzim seperti maltase dan trehalase dalam urin dapat menunjukan adanya kerusakan pada tubulus proksimal. Kadar lisozim dalam urin sangat mennkat pada kasus keracunan Kromium, tetapi hanya meningkat sedikit saja pada keracunan merkuri. Pada umumnya, enzim dalam urin lbih berguba pada keadaan nefrotoksik akut.

2. Analisis Darah
a. Nitrogen Urea Darah (BUN). Nitrogen urea darah diperoleh dari metabolisme protein normal dan diekskresikan melalui urin. Biasanya BUN yang meningkat menunjukkan kerusakan glomerulus. Namun, kadar BUN juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya zat makanan dan hepatotoksisitas yang merupakan efek umum beberapa toksikan.
b. Kreatinin. Kreatinin adalah suatu metabolit kreatin dan diekskresi seluruhnya dalam urin melalui filtrasi glomerulus. Dengan demikian, meningkatnya kadar kreatinin dalam darah menunjukkan adanya indikasi rusaknya fungsi ginjal. Selain itu, data kadar kreatini dalam darah dan jumlahnya dalam urin dapat digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus. Satu kelemahan prosedur ini adalah kenyataan bahwa sebagian kreatinin disekresi oleh tubulus.

3. Uji Khusus
a. Laju Filtrasi Glomerulus (GFR). Laju fitrasi glomerulus dapat ditentukan lebih tepat lagi dengan clearance inuli,suatu polisakarida. Polisakarida berdifusi ke filtrat glomerulus dan tidak diserap kembali maupun diekskresi oleh tubulus.
b. Bersihan Ginjal. Bersihan (clearance) ginjal adalah volume plasma yang dibersihkan seluruhnya dari suatu zat dalam suatu unit waktu. Bersihan asam p-aminohipurat (PAH) pada ginjal melebihi bersihan inulin pada ginjal karena PAH bukan hanya disaring oleh glomerulus tetapi juga disekresi oleh tubulus. Berkurangnya pembuangan PAH tanpa disertai penurunan GFR menunjukkan gangguan fungsi tubulus.
c. Uji Ekskresi PSP. Laju ekskresi phenolsulfonphthalein (PSP) berhubungan dengan aliran darah padda ginjal. Karenanya, laju eksresi ini sering digunakan untuk menaksirkan fungsi ginjal. Namun menurunnya laju sekresi juga dapat disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.

4. Pemeriksaan Morfologik
a. Pemeriksaan Makroskopik
b. Mikroskop Cahaya
c. Mikroskop Elektron


BAB III
PENUTUP

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem urinaria merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama senyawaan nitrogen seperti urea dan kreatinin, bahan asing dan produk sisanya. Sistem urinaria terdiri atas: kedua ginjal (ren, kidney), ureter, kandung kemih (vesika urinaria/urinary bladder/ nier) dan uretra.
2. Bahan toksik dalam sistem urinaria disebut nefrotoksikan. Kelompok utama nefrotoksikan adalah logam berat, antibiotic, anolgesik dan hidro karbon berhalogen tertentu. bagian ginjal yang biasanya diserang oleh nefrtoksikan adalah glomerulus, tubulus proksimal, dan tubulus distal.
3. Jenis-jenis bahan toksik dari kelompok logam berat adalah timbal (Pb) yang dapat mengubah fungsi tubulus, dan menyebabkan lesi tubulus proksimalis, lengkung henle, serta menyebabkan aminosiduria., merkuri (Hg) yang dapat menyebabkan terjadinya glukosuria dan poliuria, dan cadmium (Cd) yang menyebabkan kerusakan pada glomerulus.
4. Prosedur pengujian pemeriksaan untuk menilai adanya gangguan pada sistem urinaria terdiri dari: analisis urin, analisis darah, uji khusus dan pemeriksaan morfologik.

DAFTAR PUSTAKA


Ali, Iqbal. 2008. Urinalisis (Analisis Kemih). http://iqbalali.com/2008/02/10/urinalisis-analisis-kemih/ diakses tanggal 18 September 2010

Anonim. 2010. Urinary Excretory System. http://knowledge-storage.com/medicine/37-medicine/57-urinary-excretory-system diakses tanggal 18 September 2010

Anonim. 2010. Urinary System. http://www.medical-look.com/human_anatomy/systems/Urinary_system.html diakses tanggal 18 September 2010

ATSDR. 2008. Cadmium Toxicity: What Diseases Are Associated with Chronic Exposure to Cadmium? http://www.atsdr.cdc.gov/csem/cadmium/cdchronic_effects.html diakses tanggal 18 September 2010

Kurniawan, Wahyu. 2008. Hubungan Kadar Pb Dalam Darah Dengan Profil Darah Pada Mekanik Kendaraan Bermotor Di Kota Pontianak. Thesis. Universitas Diponegoro Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan. Dipublikasikan. http://eprints.undip.ac.id/17625/1/Wahyu_Kurniawan.pdf diakses tanggal 18 September 2010

Lu, Frank.C. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: UI Press

Patil, Arun J. et all. 2006. Effect of Lead (Pb) Exposure on the Activity of Superoxide Dismutase and Catalase in Battery Manufacturing Workers (BMW) of Western Maharashtra (India) with Reference to Heme biosynthesis. International Journal of Environmental Research and Public Health. Dipublikasikan. http://www.mdpi.org/ijerph/papers/ijerph2006030041.pdf diakses tanggal 18 September 2010

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Leaflet Gizi Diit Atlet Sepak Bola

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP PERILAKU KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS KEJAKSAN KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. Perhatian terhadap ibu dalam sebuah keluarga perlu mendapat perhatian khusus karena Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi di antara negara-negara Association South East Asian Nation (ASEAN). Dimana AKI saat melahirkan tahun 2005 tercatat 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup (Azrul Azwar, 2005). Upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood”, dimana salah satunya yaitu akses terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan terus. Pemeriksaan kehamilan yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian ibu. Petugas kesehatan seharusnya dapat mengidentifikas

BAB 3 sterilisasi

Kompetensi : mahasiswa mengetahui sterilisasi dengan autoklaf, filtrasi, tyndalisasi mahasiswa dapat melakukan kerja aseptis Sterilisasi : 1. Pengertian sterilisasi 2. Macam-macam sterilisasi a. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) b. Sterilisasi secara fisik · Pemanasan - Dengan api langsung - Panas kering - Uap air panas - Uap air panas bertekanan · Penyinaran UV c. Sterilisasi secara kimia à dengan larutan disinfektan 3. Prosedur/Teknik aseptis a. Mensterilkan meja kerja b. Memindahkan biakan ( streak ) c. Menuang media d. Pipetting 4. Prinsip cara kerja autoklaf 5. Sterilisasi dengan cara penyaringan 6. Tyndalisasi 7. Sterilisasi dengan udara panas 8. Prinsip kerja Biological Safety Cabinet Pengertian Sterilisasi yaitu proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan. Macam-macam sterilisasi Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan deng