Langsung ke konten utama

Makalah Diabetes Melitus ( Epidemiologi Penyakit Tidak Menular )

BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus atau sering orang menyebutnya dengan diabetes menurut wikipedia merupakan sekelompok penyakit metabolik yang menyerang seseorang dengan gula darah tinggi dikarenakan tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin. Tingginya gula darah pada seseorang akan menjadikan orang tersebut mengalami gejala polyuria (peningkatan jumlah kencing) dan polyphagia (peningkatan rasa lapar).
Secara garis besar terdapat tiga tipe utama diabetes:
Diabetes tipe 1: dikarenakan tubuh gagal untuk memproduksi insulin, dan sesegera mungkin orang tersebut membutuhkan injeksi insulin. Selain diabetes tipe 1, injeksi insulin juga bisa diberikan kepada orang yang menderita insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) atau diabetes mellitus yang tergantung insulin dan juvinile diabetes.
Diabetes tipe 2: dikarenakan insulin resisten (perlawanan insulin), yaitu sebuah kondisi dimana sel tubuh gagal untuk menggunakan insulin yang telah di produksi secara baik dan kadang-kadang kondisi ini juga diperparah dengan adanya kekurangan insulin secara keseluruhan.
Gestritional diabetes: adalah kondisi dimana jika seseorang hamil yang sebelumnya dia tidak pernah menderita diabetes, terjadi peningktan gula darah yang tinggi selama kehamilan berlangsung. Proses ini kemungkinan merupakan proses yang terjadi lebih dulu sebelum diabetes ini berkembang menjadi diabetes tipe 2.
Bentuk lain dari penyakit diabetes antara lain adalah diabetes kongenital, yang disebabkan oleh kecacatan genetik penskresi insulin, diabetes sisti fibrosis berhubungan, steroid diabetes yang ditandai dengan tingginya dosis glukokortikoid, dan beberapa bentuk lain dari diabetes menogenik.
Semua jenis diabetes telah bisa dlakukan treatmen semenjak ditemukannya insulin pada tahun 1921, dan diabetes tipe 2 mungkin di kontrol dengan obat-obatan. Diantara diabetes tipe 1 dan 2 kesemuanya merupakan kondisi kronis yang pada umumnya tidak dapat disembuhkan. Transplantasi pankreas telah berhasil dicoba meskipun dengan tingkat keberhasilan yang terbatas untuk diabetes tipe 1; mengurangi dan menghindari konsumsi gula telah berhasil mengatasi obesitas dan diabetes tipe 2. Diabetes gastrointestinal umumnya baru bisa dilakukan pengobatan setelah mencul tanda dan gejala. Diabetes yang tidak di tangani dengan tepat dapat timbul banyak komplikasi baik yang bersifat akut maupun yang bersifat kronis. Komplikasi yang bersifat akut diantaranya hipoglikemia, diabetic ketoacidosis, atau nonketonic hyperosmolar coma. Kompliasi jangka panjang (kronis) lebih berisfat serius dibanding komplikasi yang bersifat akut. Adapun komplikasi jangka panjang tersebut diantaranya penyakit kardiovaskuler, gagal jantung kronis, dan kerusakan retina. Treatmen secara adekuat merupakan hal yang sangat penting dalam prinsip pengobatan diabetes, seperti pengontrolan kadar gula darah dan pengontrolan gaya hidup seperti penghentian merokok dan menjaga berat badan tubuh yang ideal.
Seperti pada tahu 2000, sekitar 171 juta penduduk diselurh dunia telah menderita diabetes. Angka tersebut setara dengan 2,8% populasi diasluruh dunia. Diabetes tipe 2 merupakan yang paling banyak terjadi, seperti di amarika serikat dimana penduduk yang menderita diabetes disana 90-95%nya meupakan penderita diabetes tipe 2, (http://www.wikipedia.org).

BAB II
PERMASALAHAN

Pada tahun 2000, berdasar laporan WHO dalam jurnal “Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and Projections for 2030”, sekitar 171 juta penduduk diseluruh dunia telah menderita diabetes. Angka tersebut setara dengan 2,8% dari total penduduk di seluruh dunia. Insidensi kejadian diabetes memang mengalami peningkatan dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, jumlah penderita diabetes akan menigkat tajam menjadi 2 kali lipat. Diabetes mellitus terjadi di seluruh dunia, akan tetapi umumnya ditemukan di negara-negara berkembang, khususnya untuk kasus diabetes tipe 2. Peningkatan prevalensi kesakitan terbesar diperkirakan akan terjadi di kawasan Asia dan Afrika. Peningkatan kasus diabetes di negara-negara berkembang sebagian besar merupakan dampak dari adanya urbanisasi dan perubahan gaya hidup.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh WHO menggunakan desain studi kohort di seluruh dunia selama kurang lebih 11 tahun diperoleh data bahwa angka kematian akibat diabetes pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 2,9 juta kematian dimana 1,4 juta adalah laki-laki dan 1,5 juta perempuan. Angka ini setara dengan 5,2% dari seluruh kematian dengan berbagai sebab di seluruh dunia pada tahun 2000. Jika dipisahkan berdasarkan tingkat kemajuan sebuah negara, maka didapatkan angka bahwa angka kematian akibat diabetes pada tahun 2000 di negara maju sebesar 1 juta orang dan di negara berkembang sebesar 1,9 juta orang. Angka kematian akibat diabetes terandah (2,4%) terdapat pada negara-negara miskin di afrika, kamboja, laos, myanmar dan vietnam. Sementara itu angka kematian akibat diabetes tertinggi adalah 9% di negara-negara timur tengah semenanjung arab dan 8,5% di negara-negara kawasan amerika. Negara-negara dengan angka prevalensi kematian tinggi akibat diabetes pada kelompok dengan usia muda seperti di kawasan Asia Tenggara, semenanjung arab, kawasan timur tengah, dan kawasan timur pasifik memiliki kecanderungan umur tertinggi untuk kematian akibat diabetes adalah berkisar antara 50-54 tahun. Akan tetapi secara umum di seluruh dunia, angka kematian akibat diabetes tertinggi terjadi pada usia sekitar 55-59 tahun. Sementara itu untuk angka kesakitan diabetes, diperoleh data bahwa pada negara berkembang, kebanyakan orang yang menderita diabetes adalah usia 45 sampai 64 tahun. Keadaan yang sangat berkebalikan terlihat di negera-negara maju dimana umumnya orang yang menderita diabetes di negar maju adalah orang yang berumur 64 tahun keatas.
Secara keseluruhan, 7,5 juta penduduk yang menderita diabetes diperkirakan telah meninggal pada tahun 2000. Angka tersebut terdiri dari 4,6 juta penduduk yang menderita diabetes namun diasumsikan meninggal karena penyebab lain (non-diabetes), ditambah dengan 2,9 juta penduduk yang menderita diabetes dan meninggal akibat diabetes yang dideritanya. Pada seseorang dengan umur kurang dari 35 tahun yang menderita diabetes, 75% diantaranya meninggal akibat diabetes yang dideritanya; pada penduduk dengan usia 35-64 tahun yang menderita diabetes, 59% diantaranya meninggal akibat diabetes yang dideritanya; dan pada seseorang dengan usia lebih dari 64 tahun yang menderita diabetes, 29% diantaranya meninggal akibat diabetes yang dideritanya. Berikut data presentase kematian akibat diabetes dan presentase total kematian akibat sebab umum yang dikelompokkan menurut umur:


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A.Keluhan dan Gejala Penyakit (www.wikipedia.org)
Keluhan klasik dari seseorang yang menderita diabetes adalah mengalami polyuria (peningkatan frekuesi urinasi/produksi urin), polydipsia (peningkatan rasa haus) dan polyphagia (peningkatan rasa lapar). Gejala yang timbul mungkin akan berkembang dengan cepat (dalam hitungan minggu atau bulan) pada diabetes tipe 1, akan tetapi pada diabetes tipe 2 pada umumnya perkembangan tersebut berjalan lebih lambat dan mungkin lebih halus atau tidak terlihat.
Poliuri (banyak berkemih) merupakan konsekuensi dari dieresis osmotik sekunder untuk hyperglyecemia berkelanjutan, hal ini mengakibatkan hilangnya glukosa serta air bebas dan elektrolit dalam urin. Haus (banyak minum) adalah konsekuensi dari kondisi hiperosmolar. Selain itu, penglihatan kabur juga merupakan gejala yang sering berkembang akibat lensa dan retina terkena cairan hiperosmolar, (Lawrence, 2002).
Kadar glukosa dalam darah yang tinggi akan mengakibatkan absorpsi glukosa, yang mana absopsi glukosa tersebut akan menjadikan perubahan pada bentuk lensa mata, dan pada akhirnya terjadi perubahan penglihatan. Hal ini dapat diatasi dengan cara mengontrol asupan glukosa, dimana cara tersebut akan mendorong lensa untuk kembali ke bentuk asalnya. Penglihatan yang kabur biasanya merupakan hal yang dikeluhkan pasien yang terdiagnosis menderita diabetes. Pasien akan dengan cepat didiagnosis diduga penderita DM tipe 1 jika terjadi perubahan penglihatan secara cepat, dan pada tipe 2 perubahan umumnya berlangsung secara berangsur-angsur, akan tetapi tetap akan dicurigai sebagai kasus.
Orang-orang (umumnya dengan diabetes tipe 1) mungkin juga menunjukkan gejala diabetik ketoacidosis, sebuah kondisi dimana metabolisme tubuh tidak berputar dan ditunjukkan dengan terciumnya bau aseton; mengambil nafas dalam dengan cepat atau yang disebut pernafasan kussmaul; mual; muntah dan sakit pada daerah perut (abdomen); dan terjadi perubahan kesadaran. Perubahan tingkat kesadaran pasien dapat bervariasi tergantung pada tingkat hyperosmolality, ketika kekurangan insulin berkembang relatif lambat dan dengan asupan air yang cukup, pasien akan tetap pada kondisi waspada dengan kenampakan fisik yang minimal. Ketika muntah terjadi sebagai respon terhadap memburuknya ketoasidosis, dehidrasi dan mekanisme kompensasi menjadi tidak memadai untuk menjaga osmolalitas serum di bawah 320-330 mosm/L. Dalam keadaan ini, pingsan atau bahkan koma dapat terjadi.
Sedikit berbeda, namun hampir sama kemungkinannya dengan keadaan hyperosmolar nonketotic, dimana keadaan tersebut lebih sering muncul pada penderita diabetes tipe 2 dan utamanya menjadikan penderita merasa dehidrasi. Kadang-kadang, pasien melakukan perilaku minum minuman dengan gula banyak secara berlebihan, diamana perilaku tersebut mendorong terjadinya siklus buruk dengan kenampakan kehilangan banyak air.
Orang yang menderita diabetes (khususnya tipe 1) akan mengalami penurunan berat badan, meskipun dia mengalami peningkatan nafsu makan dan rasa lapar. Penurunan berat badan awalnya dikarenakan deplesi air, glikogen, dan trigliserida, kemudian dilanjutkan dengan berkurangnya massa otot yang terjadi sebagai akibat asam amino dialihkan untuk membentuk glukosa dan keton oleh tubuh.
Produksi volume plasma yang menurun akan menghasilkan gejala hipotensi postural pada penderita DM tipe 1, yaitu kondisi dimana tubuh kehilangan kalium. Selain itu, paresthesis (kesemutan) dapat pula dijumpai pada seseorang yang menderita DM terutama pada fase subakut. Hal itu mencerminkan disfungsi sementara saraf-saraf tepi sebagai pengganti insulin yaitu mengembalikan tingkat glikemik ke arah normal. Ketika kekurangan insulin absolut onset gejala akan terjadi secara akut, gejala di atas akan berkembang secara tiba-tiba, (Lawrence, 2002).
Beberapa rash pada kulit dapat saja muncul pada orang dengan diabetes yang apabila mengelompok disebut dengan dermadromes diabetes.

B.Pemeriksaan Penunjang Diagnosis (Lawrence, 2002)
Pemeriksaan skrining perlu dilakukan pada kelompok dengan risiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua ( > 40 tahun ), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi, >4.000g, riwayat DM pada kehamilan, dan dislipidemia.
Pemeriksaan skrining dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa (Tabel 1).kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien berusia >45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Tabel 1. Kadar Glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)



Cara Pemeriksaan TTGO, adalah:
1.Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2.Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3.Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4.Periksa glukosa darah puasa.
5.Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit.
6.Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
7.Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti tersebut, tetapi seringnya pemeriksaan yang dilakukan hanya pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikhemia dengan dekompensasi metabolic akut,seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat,dll.

A.Faktor Risiko (American Optometric Association, 2009)
Tingginya angka prevalensi diabetes tipe 2 dan telah terjadinya peningkatan angka kematian dan kesakitan yang berhubungan dengan penyakit tersebut, maka direkomendasikan adanya skrining untuk dewasa usia ≥45 tahun. Sementara itu, untuk seseorang dengan risiko tinggi, skrining dilakukan pada usia yang lebih muda dan frekuensinya ditambah. Adapun tanda-tanda orang yang berisiko tinggi terhadap diabetes adalah sebagai berikut:
Obesitas (berat badan >120% dari berat badan yang sebenarnya diperlukan, atau BMI >25 kg/m2). Keadaan ini merupakan kondisi pertama yang dihubungkan dengan diagnosis DM. Diabetes tampaknya lebih sering dikaitkan baik pada pria dan wanita dengan lokasi timbunan lemak pada segmen atas tubuh (terutama perut, dada, leher, dan wajah). Baku tabel rasio pinggang-pinggul menunjukkan bahwa rasio "lebih besar dari 0,9" pada pria dan "lebih besar dari 0,8" pada wanita berhubungan dengan peningkatan risiko diabetes pada seseorang yang obesitas. Selain itu, hipertensi ringan juga sering timbul pada penderita diabetes yang obesitas.
Orang keturunan etnik tertentu yang memiliki risiko tinggi terhadap DM (misalnya: etik amerika keturunan afrika, hispanik, dan orang amerika asli)
Seseorang yang telah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 9 pounds atau seseorang yang telah terdiagnosis GDM.
Seseorang yang hipersensitif (tekanan darah >140/90).
Seseorang dengan kadar kolesterol HDL <35 mg/dl dan atau kadar trigliserid tubuhnya >250 mg/dl.

B.Cara Pencegahan
Aktivitas fisik teratur merupakan komponen penting dalam pencegahan dan manajemen diabetes mellitus tipe 2. Namun, untuk diabetes tipe 1, tindakan pencegahan ini tidak menunjukkan hasil yang optimal. Meskipun demikian, penderita diabetes tipe 1 yang berolahraga secara teratur telah menunjukkan penurunan angka morbiditas dan kematian dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan olah raga teratur, (Bastaki, 2005).
Penderita diabetes tipe 1 dan 2 dapat melakukan pencegahan terhadap diabetes yang dideritanya agar tidak menjadi bertambah parah dengan cara mengotrol diet, dan lebih lagi untuk DM tipe 2, dapat sepenuhnya dikontrol dengan modifikasi diet. Beberapa penelitian merekomendasikan seseorang yang menderita diabetes untuk mengkonsumsi tinggi serat, dan diet 75% karbohidrat. Selain itu, pengontrolan berat badan secara ketat agar tatap ideal harus dilakukan. Pemeriksaan tekanan darah dan kadar glukosa dalam darah haus dilakukan scara rutin, (www.wikipedia.org)

C.Cara Pengobatan (American Optometric Association, 2009)
Pengobatan DM terdiri dari satu atau lebih dari kombinasi berikut: terapi gizi medis, latihan, insulin, dan pengobatan noninsulin, seperti obat-obatan oral dan non-insulin. Dijelaskan oleh ahli gizi, setiap pasien dengan DM harus menerima rekomendasi diet. Terapi gizi medis yang dilakukan pada tahap awal penyakit, efektif untuk mengontrol DM tipe 2 pada banyak pasien. Diet rekomendasi yang memperhitungkan kebutuhan kalori harian pasien tersebut, dirancang untuk mengendalikan berat badan untuk mencapai berat badan ideal. Pengoptimalan asupan tingkat protein dan lemak, karbohidrat biasanya ditentukan menurut pedoman diet khusus diabetes.
Pengobatan untuk penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan :
Menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin ( gejala DM )
Mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dsb.
Tindakan pengelolaan yang dilakukan :
Menormalkan kadar glukosa, lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan pengobatan penyakit kronis lainnya. Langkah yang dilakukan terutama : Diet; Mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin. Aktivitas fisik; olahraga teratur, pengelolaan glukosa dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin.
Obat-obat hipoglikemia oral : Sulfonylurea untuk merangsang pankreas menghasilkan insulin dan mengurangi resistensi terhadap insulin.
Terapi insulin, diperlukan untuk semua pasien dengan DM tipe 1 dan bagi pasien DM tipe 2 terapi ini tidak efektif dan responsif. Tujuan terapi insulin adalah untuk mempertahankan kadar normal glukosa darah sepanjang hari.
Meningkatnya penggunaan terapi oral dan terapi oral dikombinasikan dengan insulin mampu menawarkan pasien manfaat potensial dari tindakan sinergis yang berbeda obat sekaligus mengurangi efek samping.

D.Rehabilitasi (Skreela, 2010)
Hal penting yang mendasari adanya proses rehabilititasi untuk penderita diabetes adalah prevalensi angka kesakitan diabetes di dunia yang meningkat secara tajam dan dikarenan telah ditemukannya obat-obatan dan hormon-hormon insulin pengganti. Adapun tujuan dari rehabilitasi terhadap penderita diabets adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi dan diabetes, untuk mendeteksi secara dini jika ada komplikasi, dan untuk mengobati komplikasi jika komplikasi tersebut ternyata sudah muncul.
Proses rehabilitasi ada beberapa tahap, tahap yang pertama adalah pemberian pendidikan tentang diabetes terhadap pasien. Tahap ini merupakan tahap yang pling penting dalam proses rehabilitasi. Pemberian pendidikan pada pasien akan membantu pasien untuk tidak tergantung tinggal di rumah sakit atau dengan kata lain agar pasien dapat melakukan proses-proses rehabilitasi di rumah, namun tetap dalam pengawasan dokter.
Tahap selanjutnya dalam proses rehabilitasi adalah pencegahan terhadap komplikasi. Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pendidikan terhadap pasien. Prinsip dari pencegahan terhadap komplikasi adalah memperketat kontrol kadar glukosa darah. Adapun hal-hal yang bisa dilakukan pasien untuk mencegah timbulnya komplikasi adalah:
1.Berhenti merokok
2.Melakukan kontrol tekanan darah secara rutin
3.Melakukan deit khusus diabetes
4.Melakukan olahraga secara teratur. Hal ini dapat meningkatkan sensitivitas ujung reseptor sel organ terhadap insulin.
5.Mencegah timbulnya infeksi
Selain rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologi juga merupakan hal yang penting. Seseorang yang menderita diabetes biasanya akan mengalami trauma emosional yang sangat dalam, oleh karena itu dengan adanya terapi psikologi ini diharapkan seseorang dengan diabetes dapat hidup mendekati kehidupan orang normal.

E.Prognosis (www.wikipedia.org, 2010 )
Diabetes mellitus sangat berisiko menimbulkan penyakit vaskuler, termasuk kardiovaskuler. Berdasarkan pada suatu studi, wanita dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) 3 kali lebih sering menderita diabetes tipe 2 dibandingkan dengan wanita dengan tekanan darah normal, setelah disesuaikan dengan beberapa variasi faktor seperti umur, etnik, kebiasaan merokok, asupan alkohol, BMI, pengendalian yang dilakukan, dan riwayat diabetes dalam keluarga, dsb. Penelitian ini dilakukan pada 38.000 wanita sehat yang dilakukan secara kohort pada 10 tahun.
Kecuali dalam kasus diabetes tipe 1, dimana kasus tersebut selalu membutuhkan penggantian insulin, untuk memanage diabetes tipe 2 dilakukan berdasarkan umur atau dengan kata lain jenis terapi dan manajemen berbeda menurut umur. Produksi insulin menurun karena bertambahnya umur, dihubungkan dengan kerusakan atau memburuknya fungsi beta sel pangkreas. Ditambahkan juga, peningkatan resistensi insulin bisa dikarenakan kehilangan lemak-lemak jaringan dan akumulasi lemak, terutama pada bagian intra-abdomial, dan penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Toleransi terhadap glukosa secara progresif menurun karena faktor umur, hal ini mendorong terjadi tingginya prevalensi diabetes tipe 2 dan kejadian hiperglikemia pada populasi penduduk usia tua. Umur memang berhubungan dengan intoleransi glukosa pada manusia dan sering hal tersebut terjadi bersamaan dengan resistensi insulin, akan tetapi sirkulasi kadar insulin pada orang tua sama dengan pada orang dengan usia muda. Treatmen ditujukan untuk pasien dengan usia tua yang menderita diabetes berbeda-beda menurut masing-masing individu, tergantung status kesehatan individu, seperti usia harapan hidup, derajat ketergantungan, dan kemauan untuk mengkonsumsi obat obatan untuk penyembuh. Kadar glikogen dalam hemoglobin lebih baik digunakan sebagai acuan dibandingkan kadar glukosa puasa untuk menentukan besarnya risiko kejadian penyakit kardiovakular dan kematian akibat diabetes dilihat dari banyaknya penyebab kematian pada penyakit ini.



BAB IV
PENUTUP
Simpulan
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang berhubungan erat dengan produksi dan penggunaan insulin dalam tubuh. Diabetes ada 3 tipe utama, yaitu diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, dan gastrointestinal diabetes. Pemeriksaan penunjang diagnosis yang bisa dilakukan untuk menentukan seseorang menderita diabetes atau tidak adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dan pemeriksaan TTGO.
Orang yang berisiko menderita diabetes adalah seseorang yang mengalami obesitas, orang dengan keturuan etnik tertentu, seseorang yang melahirkan bayi dengan BB >9 pound (>4,1 kg), seseorang yang menderita hipersensitf, dan orang dengan kadar kolesterol HDL <35mg/dl.
Pencegahan pada seseorang yang menderita diabetes harus dilaksanakan secara dini dengan pencegahan primer. Adapun hal yang bisa dilakukan dalam pencegahan primer adalah dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur (olah raga).
Proses rehabilitasi dilakukan dengan cara memberikan pendidikan terhadap pasien agar pasien penderita diabetes mampu mengotrol penyakitnya sendiri. Selain memberikan pendidikan, pasien juga harus diberikan rehabilitasi psiokologi. Sementara itu, pengobatan untuk penderita diabetes secara garis besar dapat dilakukan dengan terapi insulin dan non insulin. Prognosis penyakit diabetes mellitus tergantung pada jenis keparahan penyakit dan komplikasi yang terjadi.








DAFTAR PUSTAKA

Lawrence M. Tierney, Jr. 2002. Current Medical Diagnosis & Treatment, Adult Ambulatory & Inpatient Management. McGraw-Hill Companier. New York, USA
Bastaki, Salim. 2005. Review Diabetes Mellitus and its Treatment. Department of Pharmacology, Faculty of Medicine & Health Sciences, United Arab Emirates University, Al Ain United Arab Emirates. Int j Diabetes & Metabolism (2005) 13:111-134
Anonim. 2010. Diabetes Mellitus. Http://wikipedia.org/diabetesmellitus/. Diakses tanggal 1 november 2010
Skreela. 2010. Diabetes Rehabilitation. www.commedtvm.org/phus/phu06_ session4.htm. Diakses tanggal 1 November 2010
American Optometric Association. 2009. Optometric Clinical Practice Guideline Care of the Patient with Diabetes Mellitus Reference Guide for Clinicians. Aoa Board of Trustees, USA
Wild, Sarah; Gojka Roglic, Anders Green; Richard Sicree, & Hilary King. 2004. Global Prevalence of Diabetes Estimates for the Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes care 27:1047–1053, 2004

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Leaflet Gizi Diit Atlet Sepak Bola

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP PERILAKU KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS KEJAKSAN KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. Perhatian terhadap ibu dalam sebuah keluarga perlu mendapat perhatian khusus karena Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi di antara negara-negara Association South East Asian Nation (ASEAN). Dimana AKI saat melahirkan tahun 2005 tercatat 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup (Azrul Azwar, 2005). Upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood”, dimana salah satunya yaitu akses terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan terus. Pemeriksaan kehamilan yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian ibu. Petugas kesehatan seharusnya dapat mengidentifikas

BAB 3 sterilisasi

Kompetensi : mahasiswa mengetahui sterilisasi dengan autoklaf, filtrasi, tyndalisasi mahasiswa dapat melakukan kerja aseptis Sterilisasi : 1. Pengertian sterilisasi 2. Macam-macam sterilisasi a. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) b. Sterilisasi secara fisik · Pemanasan - Dengan api langsung - Panas kering - Uap air panas - Uap air panas bertekanan · Penyinaran UV c. Sterilisasi secara kimia à dengan larutan disinfektan 3. Prosedur/Teknik aseptis a. Mensterilkan meja kerja b. Memindahkan biakan ( streak ) c. Menuang media d. Pipetting 4. Prinsip cara kerja autoklaf 5. Sterilisasi dengan cara penyaringan 6. Tyndalisasi 7. Sterilisasi dengan udara panas 8. Prinsip kerja Biological Safety Cabinet Pengertian Sterilisasi yaitu proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan. Macam-macam sterilisasi Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan deng